Belajar dari Si Supri
Oleh: Evi Fudzliyati
Di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar hiduplah keluarga kecil yang beranggotakan Bapak Sukaji dan Ibu Supiyah dengan tiga anaknya yaitu Supri, Siti dan Sucepto. Sebenarnya mereka mempunyau 5 anak. Anak yang pertama berkebutuhan khusus biasa dipanggil Takul sayangnya dia telah meninggal dunia karena tidak sengaja teracuni oleh adiknya siti. Anak yang kedua bernama Supri dia juga ber kebutuhan khusus yang nanti akan saya bahas lebih lanjut. Anak ketiganya bernama Siti. Dia normal, akan tetapi setelah tamat dari sekolah dasar dia tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Dalam bidang akademik siti tidak terlalu berprestasi, mungkin dia memiliki IQ dibawah rata-rata atau rata-rata bawah. Rambut siti di gundul karena kepalanya sakit borok akibat ketika rambutnya panjang dia tidak dapat merawatnya. Anak keempatnya perempuan dia diberi nama Ela. Ela diasuh oleh orang lain. Yang terakhir bernama Sucepto dia normal dan sekarang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Supri memiliki ciri-ciri kesulitan berbicara, memiliki kesulitan dalam mengendalikan sikap dan geraknya dan sulit berpikir logis. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki Supri sesuai dengan ciri-ciri anak tuna grahita. Yang dimaksud tunagrahita adalah kondisi dimana anak mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata orang norml. Bisa dikatakan juga tunagrahita adalah disabilitas intelektual. Sejak 2010, seperti yang dianjurkan oleh american Academy of Pediatrics, penggunaan istilah “keterbelakangan mental “ kini tak lagi dipakai. Mereka memilih menyebut anak dengan kondisi ini dengan sebutan “disabilitas intelektual”. Ungkapan keterbelakangan mental dinilai kurang pas, menyinggung , dan tidak mewakili maksud dari tuna grahita. Karena di Indonesia istilah disabilitas intelektual lebih dikenal dengan Tunagrahita maka saya akan menggunakan istilah Tunagrahita. Tunaghrahita yang dialami oleh Supri ini sudah di dapatnya sejak lahir. Kedua orang tuanya bukan merupakan penyandang tuna grahita dan keluarga yang lainnya pun yang saya tau tidak ada yang menyandang tuna grahita. Hanya saja mereka merupakan keluarga yang kurang mampu, rumahnya dahulu sangat sederhana hingga sampai di bedah rumah oleh karang taruna. Jika dilihat dari kondisi anak-anaknya ada dua yang disabilitas intelektual dan ada tiga yang normal. Menurut dari analisa saya penyebab disabilitas intelektualnya adalah karena kurangya gizi saat dalam kandungan.
Hampir setiap kali saya lewat di depan rumahnya, Supri Sering terlihat memainkan sesuatu dengan kaki terantai dan disambungkan pada tiang yang ada sisi teras rumahnya. Ibunya juga bercerita, jika tidak dirantai dia akan pergi jauh dan tidak bisa pulang. Pernah suatu ketika dia terlepas dari rantainya hingga berjalan jauh sampai ke desa sebelah dan ditemukan di depan sebuah toko. Dia tidak tahu arah jalan menuju rumah dan sama sekali tidak berpikir untuk pulang. Saya sendiri juga pernah melihat Supri berlari di piggir jalan raya dengan menyeret rantai yang masih terikat di kakinya. Saat itu dia tidak memakai celana dan membawa sebuah plastik bekas yang mungkin dianggapnya menarik untuk dimainkan. Perilaku merantai yang dilakukan orang tua Supri ini bukan dengan maksud untuk mengambil hak kebebasan anak maupun dengan maksud jahat lainnya akan tetapi dengan maksud melindungi anaknya agar tidak hilang atau lepas kotrol. Jika akan mandi atau ingin pergi mereka juga melepas rantai Supri. Rantai panjang merupakan sebuah solusi dari masalah yag dihadapi Supri, jika di kurung di kamar misalnya maka dia tidak akan babas bermain. Dengan rantai yang panjang ini dia bisa kesana kemari bermain Supri sudah terbiasa dengan rantainya, dia tidak berusaha melepasnya. Orang tuanyapun menjadi tenang karena Supri tidak lari ke jalan, jika dia lari kejalan dia tidak tau kalau harus minggir ketika ada motor.
Secara fisik, Supri tak berbeda dengan orang pada umumnya. Namun dia kurang bisa mengontrol air liurnya dan dia tidak bisa berbicara dengan jelas. Dia hanya mengeluarkan suara-suara yang mengisyaratkan keinginannya. Seperti ketika Supri melihat saya ke rumahnya dengan membawa makanan ringan, seketika itu juga dia berlari mendekati saya dengan girang dan menunjuk-nunjuk ke arah snack yang diinginkannya disertai suara gumaman. Saat merasa senang Supri biasanya melakukan gerakan seperti lari di tempat dan menepuk-nepukan kedua tangannya ke perutnya sendiri. Ketika saya duduk dan berbicara dengan orang tuanya, Supri berlari menuju ke arahku dan menunjuk ke arah sepatuku, bahkan telunjuknya sampai menyentuh sepatu yang kupakai saat itu dan disertai perkataan yang aku tidak mengerti. Aku tersenyum melihatnya seperti malu-malu. Lalu kulihat ibunya merespon dengan kata larangan disertai lambaian tangan untuk mengisyaratkan tidak boleh. Ketika saya menanyakan apa maksud Supri tadi, ibunya menjawab bahwa dia ingin memakai sepatu yang aku pakai. Jadi supri anaknya sangat antusias untuk mengetahui sesuatu yang menurutnya baguas.
Supri terlihat sangat sayang kepada ayahnya. Tingkahnya seperti anak manja, dia meminta sesuatu pada ayahnya dengan menarik narik tangan ayahnya. Supri anak yang baik karena dia tidak akan marah kecuali ada yang mengganggunya terlebih dahulu. Tetapi saat diganggu, dia bisa marah dengan melemparkan benda ke arah orang yang mengganggunaya. Dia bisa memakai baju sendiri tetapi untuk mandi masih dimandikan ayahnya. Ibunya berkata, kalau disuruh mengambil sesuatu dia melakukannya akan tetapi barang yang di ambil biasanya salah. Untuk makanan, apapun dia mau. Saya juga melihat sendiri dengan lahap dan senangnya Supri memakan jajan yang saya berikan dan langsung memakannya sekaligus, meskipun mulutnya tidak cukup. Karena rasa penasaranku yang ingin mendengar Supri mengatakan sesuatu, lantas kutunjuk adiknya dan aku tanyakan padanya “ini siapa?” dia belum bisa menjawab. Sebenarnya dia bisa kontak mata tetapi belum bisa menjawab pertanyaanku. Kata ibunya dia hanya bisa menyebut nama kakeknya saja.
Dari pengamatan saya terhadap Supri, dia memiliki ciri-ciri Sulit berkomunikasi, sulit memecahkan masalah, kesulitan memahami aturan, kesulitan dalam mengendalikan sikap dan gerakan, sulit belajar dan kesulitan melakukan melakukan aktifitas sehari-hari. Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa Supri menyandang tuna grahita.
Usaha yang dapat kita lakukan yang pertama seharusnya pencegahan yaitu dengan cara pemberian gizi yang cukup agar perkembangan bayi dalam kandungan berjalan dengan sempurna. Karena jika gizi tidak cukup akan menyebabkan bayi lahir tidak sempurna dan berefek seumur hidup. Melalui posyandu yang ada di desa dan bidan mereka mereka bisa mengontrol dengan lebih intensif mengenai asupan gizi ibu hamil. Selain itu lingkungan sekitar yang sadar akan pentingnya gizi dapat membantu degan apapun. Supri penyandang disabilitas yang hidup di desa dari keluarga kurang mampu, sangatlah sulit baginya untuk mendapat pendidikan. Pendidikan di lingkungan terdekatnya pun tidak mempunyai tenaga yang ahli untuknya sedangkan untuk sekolah SLB butuh biaya banyak. Menurut saya usaha yang bisa dilakukan yaitu memberikan sosialisasi pada orang tuanya agar untuk diajarkan mengenai kemandirian, seperti merawat diri, berpakaian, melakukan percakapan, menggunakan uang dll. Cara pengajaran orang tua kepada anak tuna grahita yaitu dengan mempraktekkan langung dan pemberian hadiah yang dilakukan secara berulang-ulang hingga menjadi sebuah kebiasaan. Hal ini dilakukan oleh orang tuanya sendiri karena mereka adalah orang terdekat yang selalu biasa merawat anaknya. Cara pengajaran seperti ini perlu dilakukan oleh orang tua Supri akan tetapi orangtuanya belum paham cara mendidiknya. Selain itu dukungan moral juga tetap harus dijaga. Supri sudah terlihat bahagia dengan keluarga yang lengkap, Supri juga mendapat kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya keluarganya dan tetangga-tetangganya dia sering tertawa dan bersikap manja kepada orang tuanya.
0 komentar:
Posting Komentar